11/04/2009

RUMAH SADE, SEBUAH POTRET BUDAYA SASAK

Jika di daerah lain mengenal "Desa Wisata", maka di Pulau Lombok juga dapat ditemui hal serupa yakni di Dusun Sade, Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dusun Sade barangkali cukup mewakili untuk disebut sebagai Desa Wisata layaknya Desa Wisata di daerah lain. Sebab, masyarakat yang tinggal di dusun tersebut semuanya adalah Suku Sasak. Mereka hingga kini masih memegang teguh adat tradisi. Bahkan, rumah adat khas Sasak juga masih terlihat berdiri kokoh dan terawat di kawasan ini. Suku Sasak adalah penduduk asli dan mayoritas di Pulau Lombok, NTB. Konon, kebudayaan masyarakat terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab itu, Suku Sasak disebut "Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi". Sedangkan kebudayaan Suku Sasak itu diantaranya terekam dalam rumah adat Suku Sasak. Alasannya, rumah memiliki posisi penting dalam kehidupan manusia, tidak hanya sebagai tempat secara individu dan keluarga secara jasmani, tetapi juga dalam pemenuhan kebutuhan jiwa atau spiritual. Rumah adat Suku Sasak, jika diperhatikan dibangun berdasarkan nilai estetika dan kearifan lokal. Orang sasak mengenal beberapa jenis bangunan adat yang menjadi tempat tinggal dan juga tempat ritual adat dan ritual keagamaan. Rumah adat suku Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantai dari tanah liat yang dicampur kotoran kerbau dan abu jerami. Campuran tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen. Cara membuat lantai seperti itu sudah diwarisi sejak nenek moyang mereka. Bahan bangunan seperti kayu dan bambu didapatkan dari lingkungan sekitar. Untuk menyambung bagian-bagian kayu, mereka menggunakan paku dari bambu. Rumah suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit dan rendah, tidak memiliki jendela. Dalam masyarakat Sasak, rumah memiliki dimensi kesakralan dan keduniawian. Rumah adat Sasak selain sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat ritual sakral sebagai manifestasi keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang, penunggu rumah dan sebagainya. Perubahan pengetahuan, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor eksternal seperti faktor keamanan, geografis dan topografis, menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisional. Karena itu, untuk menjaga kelestarian rumah adat, orang tua Suku Sasak biasanya berpesan kepada anak-anaknya jika ingin membangun rumah. Jika tetap mau tinggal didaerah setempat, maka harus membuat rumah seperti model dan bahan bangunan yang sudah ada. Tapi, jika ingin membangun rumah permanen seperti di kampung-kampung lain pada umumnya, mereka dipersilahkan keluar dari kampung tersebut.
Pembangunan Rumah Bahan pembuat rumah adat suku Sasak diantaranya kayu penyanggga, bambu, bedek untuk dinding, jerami dan alang-alang untuk atap, kotoran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran pengeras lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami sebagai bahan pengeras lantai. Waktu pembangunan, biasanya berpedoman pada papan warige dari primbon tapel adam dan tajul muluk. Tidak semua orang mampu menentukan hari baik. Biasanya mereka bertanya kepada pimpinan adat. Orang Sasak meyakini waktu yang baik memulai membangun rumah adalah bulan ketiga dan keduabelas penanggalan Sasak yakni Rabiul Awal dan Dzulhijjah. Pantangan yang dihindari untuk membangun rumah adalah pada Muharram dan Ramadhan. Menurut kepercayaan, rumah yang dibangung pada bulan itu cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rezeki dan lain-lain. Orang Sasak selektif dalam menentukan tempat pembangunan rumah. karena mereka meyakini tempat yang tidak tepat akan berakibat kurang baik, seperti i bekas perapian, bekas pembuangan sampah, bekas sumur, posisi tusuk sate (susur gubug). Orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq lenget). Rumah adat Sasak pada atapnya berbentuk gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah (pondasi). Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dinding dari bedek, hanya mempunyai satu ukuran kecil dan tidak ada jendela. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inak bale (ruang induk) meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalam berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan. Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2X2 meter persegi atau empat persegi panjang. Sempare diletakkan diatas, posisi menggantung di langit-langit atap. Ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Diantara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau/kuda, getah dan abu jerami. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Pembangunan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan keluarga tapi juga kebutuhan kelompok. Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari berbagai macam diantaranya Bale Tani, Bale Jajar, Barugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonder, Bale Beleq Bencingah dan Bale Tajuk. Nama bangunan disesuaikan dengan fungsi masing-masing. Bale Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani. Bale Jajar merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah keatas. Bentuk bale jajar hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah jumlah dalem balenya. Barugaq/sekepat berbentuk segi empat sama sisi (bujur sangkar) tanpa dinding, penyangganya dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Barugaq biasanya terdapat di depan samping kiri atau kanan bale jajar atau bale tani. Barugaq berfungsi tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Barugaq juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar/pacaran). Sedangkan sekenam bentuknya sama dengan barugaq, hanya sekenam mempunyai tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga. Bale Bonder adalah bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki para pejabar desa, dusun/kampung. Bale bonder biasanya dibangun di tengah pemukiman atau di pusat pemerintahan desa/kampung. Bale bonder digunakan sebagai tempat pesangkepan/persidangan atas, seperti tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat dan sebagainya. Bale Beleq adalah satu sarana penting bagi sebuah kerajaan. Bale itu diperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar kerajaan sehingga sering disebut juga "bencingah". Upacara kerajaan yang dilakukan di bale beleq adalah Pelantikan pejabat kerajaan, penobatan putra mahkota kerajaan, pengukuhan/penobatan para Kiai Penghulu (pendita) kerajaan, tempat penyimpanan benda-benda pusaka kerajaan seperti persenjataan dan benda pusaka lainnya seperti pustaka/dokumen kerajaan dan sebagainya. Bale Tajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar. Bale Tajuk berbentuk segilima dengan tiang berjumlah lima buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga santana. Bale Gunung Rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, bale balaq dibangun dengan tujuan menghindari bencana banjir. Oleh karena itu, biasanya berbentuk rumah panggung. Selain bangunan itu, ada bangunan pendukung yakni Sambi, Alang dan Lumbung. Sambi, tempat menyimpan hasil pertanian. Alang sama dengan lumbung berfungsi untuk menyimpan hasil pertanian , hanya alang bentuknya khas, beratapkan alang-alang dengan lengkungan 3/4 lingkaran namun lonjong dan ujungnya tajam ke atas.
Lumbung, tempat untuk menyimpan berbagai kebutuhan. Lumbung tidak sama dengan sambi dan alang sebab lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau di tempat khusus diluar bangunan rumah. Nilai-nilai Jika diperhatikan, pembangunan rumah adat Suku Sasak sebenarnya mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan itu berkembang dan berlanjut secara turun-temurun. Atap rumah tradisional Sasak didesain sangat rendah dengan pintu berukuran kecil, bertujuan agar tamu yang datang harus merunduk. Sikap merunduk merupakan sikap saling hormat menghormati dan saling menghargai antara tamu dengan tuan rumah. Arah dan ukuran yang sama rumah adar Suku Sasak menunjukkan bahwa masyarakat hidup harmonis. Sedangkan undak-undakan (tangga) tingkat tiga mempunyai pesan bahwa tingkat ketakwaan ilmu pengetahuan dan kekayaan tiap manusia tidak akan sama. Diharapkan semua manusia menyadari kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, kareba semuanya merupakan rahmat Tuhan. Jadi, rumah merupakan ekspresi pemikiran paling nyata seorang individu atau kelompok dalam mengejwantahkan hubungan dengan sesama manusia (komunitas atau masyarakat), alam dan dengan Tuhan (keyakinan), seperti halnya konsep yang ada pada pembangunan rumah adat masyarakat Sasak. (*) Read More...

"LEZATNYA PECEL KHAS LOMBOK"

Menu makanan pecel barangkali bisa ditemukan dimana saja. Tapi, di Pulau Lombok anda juga bisa menikmati menu makanan yang satu ini. Lain daerah tampaknya lain juga cita rasanya. Karena itu, jika anda berpelesiran ke Lombok, bisa mencoba menikmati kekhasan pecelnya. Pecel agaknya telah menjadi makanan kesukaan sebagian banyak orang. Pecel merupakan makanan yang kaya serat dan bergizi karena bahan-bahannya yang sangat bervariasi. Di Jawa ada sejumlah daerah yang cukup dikenal menu makanan pecelnya, seperti Madiun dan Blitar. Pecel dari daerah tersebut dikenal memiliki cita rasa yang khas. Namun, di Pulau Lombok anda juga bisa menikmati pecel. Di daerah ini, khususnya di Kota Mataram sebagai ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), pecel yang ditawarkan ada berbagai macam, tidak hanya pecel khas Madiun atau Blitar, tapi ada pula pecel khas Lombok. Pecel khas Lombok berbahan baku kangkung, tauge, dan mentimun. Selain itu, dalam penyajiannya, pecel khas Lombok disirami sambal berikut lontong serta kerupuk. Jadi, pecel khas Lombok bercita rasa seperti layaknya gado-gado pada umumnya. Sebab, rasa sambal yang digunakan, rasa kacanglah yang sangat menonjol. Perbedaan pecel yang dikenal di Blitar atau pun di Madiun dengan pecel khas Lombok lainnya barangkali adalah tambahan kerupuknya. Penyajian menu makanan pecel dengan kerupuk, tidak lazim. Pecel dari Blitar dan Madiun biasa disajikan bersama rempeyek. Perbedaan lainnya, bahan baku sebagai "penyedap rasa" kemangi yang biasa ditaburkan pada pecel khas Blitar dan Madiun pun juga tidak akan ditemui pada pecel khas Lombok. Barangkali perbedaan-perbedaan itulah yang menjadikan pecel yang dijajakan di Lombok memiliki ciri tersendiri. Meski sedikit berbeda dengan pecel pada umumnya, pecel khas Lombok juga tidak kalah lezatnya. Nah, rasa penasaran anda akan terjawab jika anda berkunjung ke Lombok dan berburu khasanah kulinernya yang beragam. (*) Read More...

11/02/2009

SANTAPAN A'LA BALI DI SENGGIGI

Wisata Kuliner Lombok [4] : Santapan A’la Bali di Senggigi

Dari wisata kuliner tradisional Lombok, kami tak lupa menyantap masakan bercitarasa internasional atau dari daerah lainnya. Maka sembari menikmati romantisme matahari terbenam di Pura Batu Bolong Senggigi, kami jalan kaki menyusuri pantai ke arah Cafe Alberto.

Sebuah resto dan cafe yang memiliki outdoor setting. Di mana kursi-kursi dan meja-meja makan diletakkan di bibir pantai, seperti di Jimbaran Bay, Bali. Dilengkapi lilin yang berpendar lembut. Kami menikmati fruit punch sembari memandang langit jingga pelan-pelan berganti warna menjadi biru pekat dan gelap.

Resto ini memiliki sajian eccletic serta beberapa menu nasional dan menitikberatkan sajian pada pizza yang dimasak pakai oven berbahan bakar kayu. Pilihan kami jatuh pada paket bebek goreng dengan nasi.

Di kesempatan dinner lainnya, kami bertandang ke Lotus Restaurant. Sebuah tempat makan yang membuat kami selalu ingin datang kembali, setiap kali berkunjung ke Lombok. Dengan setting menghadap bibir pantai, interior resto ini senada dengan chain Lotus Restaurant yang ada di Ubud. Baik di kawasan Monkey Forest maupun Jalan Raya, yang berlokasi dekat Pura Saraswati.

Meja ditutup dengan ubin keramik bergambar teratai dan daunnya serta seekor kodok. Sementara wadah lilin dan vas bunganya melukiskan kelopak-kelopak teratai. Resto ini juga memiliki chain di Singapura.

Sebagai appetizer, favorit kami adalah cheese samosa. Bentuknya tak beda dengan samosa berbentuk segitiga. Tapi isinya keju yang langsung lumer di lidah begitu digigit. Hidangan ini disajikan dengan saos chutney plum. Terbuat dari buah plum segar dicincang, yang dimasak dengan cabe merah dan gula hingga menghasilkan saos bertekstur kasar.

Beranjak ke main course, kami memilih sirloin steak dengan saos mushroom. Kadang-kadang juga black pepper sirloin steak atau chicken cordon bleu. Bila tengah merindukan citarasa makanan lokal, opsi kami Ayam Betutu, Grilled Fish a'la Jimbaran atau Nasi Campur Bali.

Berangkat dari chain Lotus Restaurant yang bermarkas di Pulau Dewata, tak heran kalau sajian Nasional mereka juga khas Bali. Ayam Betutu sajian Lotus Restaurant Senggigi sudah mengalami modifikasi sedemikian rupa, hingga pedasnya tak begitu menyengat.

Cara penyajiannya, ayam ditempatkan dalam sebuah bowl bersama nasi putih dan lawar sayuran.

Sementara Grilled Fish a'la Jimbaran, tak lain seekor ikan kakap merah utuh yang dibakar sambil dibubuhi cabe giling, bawang putih, sedikit kecap manis dan mentega serta dikucuri jeruk nipis sebelum dihidangkan dalam piring datar model daun teratai. Padanannya nasi putih tabur bawang goreng, lawar sayuran serta sambal bajak.

Sedangkan Nasi Campur Bali nya tak banyak berbeda dengan nasi campur Bali pada umumnya. Berupa hidangan sepinggan [one dish meal] berisi nasi putih dilengkapi lawar sayuran, goreng tahu-tempe, kerupuk, sambal, kakap dimasak santan serta sate ayam -khusus ayam ini, juga modifikasi. Umumnya, satenya berupa Sate Pusut [sate ikan] dan masih ada tambahan item berupa sayatan-sayatan daging babi.

Hidangan serba sedap ini kami tutup dengan dessert Apfelstrudel. Apel bercitarasa asam yang ditumis bersama bubuk kayumanis, gula pasir dan kismis, lalu dibalut dengan adonan pastry serta dipanggang. Penyajiannya ditaburi bubuk gula halus, ditambah satu scoop es krim vanilla.

Read More...

BERBURU KLEPON DI PULAU LOMBOK

Pulau Lombok selain kaya wisata alam dan budaya, ternyata juga kaya wisata kuliner. Kekayaan wisata kuliner itu bisa jadi juga karena di pulau tersebut banyak berdiam berbagai suku yang ada di nusantara, seperti suku Sasak, Suku Sumbawa, Suku Bima, Bali maupun Jawa. Bagi masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur, makanan ringan klepon barangkali bukanlah jenis makanan yang asing. Bahkan, makanan tersebut cukup mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional di kawasan tersebut. Apalagi, jika kita sedang melintas di sekitar pintu keluar jalan tol Surabaya-Gempol (Pasuruan), Jawa Timur, klepon banyak dijajakan di warung-warung di tepi jalan. Klepon yang dijajakan di tepi jalan kawasan Gempol Pasuruan itu bahkan sudah dikemas rapi dengan "besek", kotak yang terbuat dari anyaman bambu. Meski yang dijajakan sama, namun untuk menggaet pelanggan para penjual klepon berusaha memberikan merek sendiri-sendiri kelpon yang dihasilkan. Lain di Jawa, lain pula di Pulau Lombok. Untuk memperoleh "jajan pasar" tersebut, kita harus menyisir dari satu pasar ke pasar lainnya. "Ada sih disini. Tapi, mungkin tidak sebanyak di Jawa. Klepon biasa dijual di pasar-pasar tradisional," kata Hamdan Arifin, salah seorang warga Ampenan, Kota Mataram. Klepon adalah "jajan pasar" yang terbuat dari tepung ketan. Untuk memberikan warna, biasanya dari daun pandan atau daun suji. Selain itu, bahan-bahan lain yang dibutuhkan seperti gula merah, kelapa muda dan garam. Cara membuatnya, campur tepung ketan dengan bahan lainnya seperti air daun suji dan garam, kemudian diaduk (diuleni) hingga rata. Bentuk adonan menjadi bola-bola, pipihkan dan isi dengan sedikit gula merah, selanjutnya bulatkan kembali. Rebus bola-bola hingga mengapung dan matang. Angkat dan tiriskan. Untuk menyajikan, bulatan-bulatan yang sudah masak itu dilumuri dengan kelapa muda yang sudah diparut. Tampilan yang indah, tentu akan sangat menggugah selera anda. Tapi, untuk menyantap makanan yang satu ini, anda harus hati-hati. Sebab, jika bulatan-bulatan yang kita kunyah pecah, isi didalamnya (gula merah) bisa menyembur keluar. Nah, bagi anda yang berkunjung ke Pulau Lombok, tidak usah khawatir tidak menemukan "jajan pasar" yang satu ini. (*) Read More...

SEDAPNYA RAWON DI PULAU LOMBOK

Bagi anda pecinta wisata kuliner, anda dapat juga menjajal kenikmatan menu masakan rawon ketika berwisata ke Pulau Lombok. Meski masakan rawon konon merupakan menu khas Jawa Timur, tapi citarasa rawon yang ditawarkan di Pulau Lombok , bisa jadi tak kalah lezatnya. Rawon merupakan menu masakan berbahan baku daging sapi, sedangkan bumbu yang menjadi kekhasan masakan ini adalah kluwek. Karena itu, cukup beralasan jika kuah rawon berwarna gelap. Di Jawa Timur yang konon merupakan asal mula menu masakan ini, sangat mudah mendapatkan rumah makan yang menawarkan menu nasi rawon. Meski begitu, di Pulau Lombok menu masakan ini juga bisa diperoleh. Kendati tak sebanyak rumah makan di Jawa Timur, tapi untuk menemukannya juga tidak terlalu sulit. Salah satu rumah makan yang dapat menjadi referensi anda menikmati rawon di Pulau Lombok adalah Rumah Makan Ramayana yang berada di jalan utama "Kota Lama Ampenan", jalan yang menghubungkan Kota Mataram dengan obyek wisata Senggigi. Rumah makan yang tidak terlalu luas itu menyuguhkan berbagai menu masakan yang bisa anda jajal. Hampir semua menu masakan yang ditawarkan, termasuk diantaranya rawon, tampaknya tidak akan mengecewakan. Rawon yang ditawarkan rumah makan ini layaknya rawon yang banyak dijajakan di Jawa Timur, khususnya di Surabaya. Tapi, yang membedakan barangkali citarasa serta tauge atau kecambah dan lauk yang melengkapi menu yang satu ini. Citarasa rawon yang ditawarkan rumah makan ini sangat gurih, bumbu dan rempahnya sangat terasa. Sedangkan kecambah pendek yang biasa menyertai rawon di Jawa Timur, diganti dengan kecambah panjang yang bercita rasa beda, renyah "kriak-kriak". Rawon yang dijajakan di Pulau Lombok juga berbahan daging sapi serta kuahnya gelap karena kluwek. Tapi, rawon di Pulau Lombok dalam penyajiannya tidak selengkap rawon di Jawa Timur. Jika menikmati nasi rawon di rumah makan di Jawa Timur, rawon akan diikuti dengan lauk pendamping seperti tempe, krupuk udang, sambal, empal atau daging serta jeruk untuk penambah citarasa. Namun, di Pulau Lombok rawon hanya disajikan bersama sambal, jeruk dan kecambah. Memang, penyajian nasi rawon di Pulau Lombok tidak selengkap di Jawa Timur. Tapi, citarasa rawon yang ditawarkan tak akan bisa membendung minat untuk segera menikmatinya. Nah, agar anda tidak penasaran, silakan berkunjung ke Pulau Lombok untuk menikmati wisata alam nan indah serta wisata kulinernya yang beragam. (*) Read More...

BERCENGKERAMA DENGAN MONYET DI GUNUNG PUSUK

Hujan baru saja berhenti. Sinar matahari pun kembali menyibak awan, menerobos ranting pohon tinggi di tepi jalan Gunung Pusuk. Sementara itu, monyet-monyet yang sebelumnya lari berlindung di rindangnya pepohonan ketika hujan, kembali bergelantungan di pepohonan. Monyet berbulu abu-abu itu kemudian tampak meloncat, bergerombol hampir di sepanjang jalan yang menghubungkan Kota Mataram dengan Kabupaten Lombok Utara maupun Lombok Barat. Jalan aspal berkelok yang membelah Gunung Pusuk merupakan jalan yang biasa digunakan wisatawan untuk menjangkau obyek wisata Pantai Medana, Pantai Sire, maupun Pantai Senggigi. Selain melalui Pusuk, untuk menjangkau sejumlah obyek wisata alam berpanorama indah itu, wisatawan juga bisa menyisir jalan dari Kota Mataram melalui "Kota Lama" Ampenan. Jarak tempuh dari Kota Mataram ke obyek wisata Pantai Senggigi sekitar 15 kilometer, sedangkan dari Kota Mataram ke Pusuk (Pusuk Pass) jaraknya juga hampir sama. Hanya saja, wisatawan yang menjangkau obyek wisata melalui Pusuk, lebih dekat jika ingin menikmati Pantai Sire, Pantai Medana di Lombok Utara sebelum menjangkau Pantai Senggigi yang berada di wilayah Lombok Barat. Bahkan, untuk menjangkau obyek wisata tiga gili (pulau kecil), masing-masing Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan, jalur melalui Pusuk lebih dianjurkan, karena lebih dekat. Untuk menyeberang ke gili tersebut telah tersedia dermaga penyeberangan di Pamenang. Sementara itu, Pusuk yang merupakan kawasan Hutan Rinjani sebenarnya merupakan perbukitan yang di dalamnya terdapat berbagai jenis vegetasi seperti kumbi, garu, mahoni, sonokeling, terep, piling dan tanaman lain. Banyaknya tanaman berukuran besar dan rindang menjadikan lokasi tersebut nyaman untuk hunian monyet. Monyet yang ada di hutan Pusuk adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Dalam kesehariannya, menurut penuturan warga setempat, monyet-monyet di hutan Pusuk tidak hanya mencari makanan di dalam hutan, tapi banyak juga yang menyusuri jalan, mengharapkan pemberian pengunjung yang sengaja ingin bercengkerama di tempat itu. Para pengunjung sepertinya sudah hafal dengan kebiasaan monyet di tepian jalan Gunung Pusuk. Sebelum melintas, mereka biasanya membawa "oleh-oleh" seperti kacang, pisang, roti, atau bahkan jagung rebus. Monyet-monyet yang terlihat di tepi jalan sepertinya juga sudah mengerti jika ada pengunjung yang menepikan kendaraannya. Para pelancong itu biasanya akan memberi kacang atau makanan lainnya kepada monyet-monyet yang bergerombol di tepi jalan raya. Monyet-monyet tersebut akan segera berlari melongok melalui kaca mobil sambil berdiri dan mendekat. Para wisatawan pun tampak tidak canggung-canggung. Mereka lalu membuka pintu mobil dan memberikan "oleh-oleh" kepada monyet yang berjejer mendekat. Meski monyet tersebut hidup liar di alam bebas, monyet-monyet itu tidak "nakal", tidak mengganggu pengunjung. Mereka hanya akan berlarian, menyeringai, dan berebut makanan. Kesempatan seperti itulah yang banyak diabadikan wisatawan dengan kamera. "Sangat asyik. Di ketinggian berudara sejuk, kita bisa memberi makan monyet sambil mengabadikan polah tingkahnya," kata Indra Darmawan, wisatawan dari Surabaya.

Populasi Masyarakat di daerah Pusuk mengemukakan, mereka tidak mengetahui asal mula keberadaan monyet-monyet penghuni Gunung Pusuk tersebut. Mereka pun tidak mengetahui jumlah populasi monyet di Pusuk yang berarti puncak tersebut. Rahman (55), seorang penjual minuman dan makanan ringan di kawasan Pusuk misalnya, dia hanya mengetahui jika monyet yang kini beranak-pinak di hutan Pusuk sudah ada sejak nenek moyang mereka. Jumlahnya pun tidak diketahui secara pasti. Masyarakat selama ini hanya memperkirakan populasinya mencapai ratusan ekor. Mereka biasa keluar di tepi jalan secara bergerombol antara 20-30 ekor di sejumlah titik. Masing-masing kelompok kera memiliki semacam daerah kekuasaan yang mencapai 100-200 meter. Karena itu, jika ada makanan pemberian pengunjung jatuh ke daerah kekuasaan koloni lainnya, mereka akan berkelahi. Pemenangnya berhak atas makanan tersebut. Untuk berinteraksi dan bercengkerama dengan monyet, Rahman memberikan sejumlah tips, di antaranya pengunjung jangan memberikan makanan dengan sistem tarik ulur, karena monyet akan menyergap ke tangan pemberinya. Selain itu, tidak mengganggu anak-anak monyet, karena monyet bisa marah dan menyerang. "Kalau memberi makan, jangan memandang mukanya, karena monyet akan menunjukkan taringnya, pertanda marah," katanya. Keberadaan monyet-monyet itu menjadi atraksi wisata yang diminati wisatawan sejak dulu. Banyak wisatawan rela meluangkan waktunya berlama-lama untuk bercengkerama dengan monyet. "Tidak hanya wisatawan domestik, wisatawan asing pun banyak yang menyukai atraksi itu," kata staf Humas Pemkab Lombok Barat Chandra menambahkan. (*) Keterangan Foto: Para wisatawan yang berkunjung ke Gunung Pusuk sangat suka bercengkerama dengan monyet di kawasan Pusuk Pass karena perilakuknya yang terkadang menggemaskan. Read More...

10/31/2009

PANTAI KUTA DI PULAU LOMBOK

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim, Udara terasa panas ketika kami melintas dengan kendaraan dari Mataram menuju Kuta – nama sebuah pantai indah di Pulau Lombok. Jarak antara Mataram-Kuta sekitar 70 km, namun kami tempuh dalam waktu lebih kurang satu setengah jam. Kami sengaja mengendarai mobil agak lamban, mengingat lebar jalan yang relatif kecil dan berliku. Sepanjang jalan, saya dapat menyaksikan suasana kehidupan masyarakat desa. Saya senang memperhatikan arsitektur tradisional rumah suku Sasak yang terasa menyatu dengan alam. Rumah-rumah itu terletak di antara rerimbunan dahan-dahan pepohonan, berjajar-jajar sehingga membentuk keindahan tersendiri. Bukan sekali ini saja saya datang ke Lombok. Namun sebelumnya saya hanya datang ke kota. Kali ini saya masuk jauh ke pedalaman, keluar masuk kampung-kampung, dan akhirnya pergi ke Kuta. Dalam pengamatan saya yang sering pergi ke pantai, Pantai Kuta di Lombok jauh lebih menawan dibandingkan Pantai Kuta di Bali. Kedua pantai ini memiliki nama yang sama, namun kondisinya jauh berbeda. Pantai Kuta di Bali terletak sangat dekat dengan kota. Kawasannya sudah dibangun dan dikunjungi banyak turis, dari dalam maupun dari luar negeri. Pantai Kuta di Lombok masih tergolong sepi. Penduduk sekitar masih diliputi suasana kehidupan perdesaan, dengan bangunan-bangunan relatif sederhana. Hanya Hotel Novotel yang tergolong mewah di pantai itu. Hotel ini dibangun dengan gaya tradisional Sasak dalam bentuk rumah kampung terbuat dari kayu beratap ijuk dan daun ilalang. Pemandangan dari hotel yang menghadap ke laut nampak sangat indah. Alam masih asri, belum banyak sentuhan tangan manusia. Ada sejumlah wisatawan asing, dari Eropa, Jepang dan Korea yang sengaja datang untuk menyepi dan menikmati keindahan Pantai Kuta. Kedatangan para wisatawan dalam dan luar negeri itu sedikit banyaknya membantu perekonomian masyarakat di kampung itu. Banyak warung berdiri di tepi pantai menjual keperluan sehari-hari serta makanan dan minuman khas Lombok. Saya ikut minum kopi dan makan nasi di sebuah warung sederhana namun menyenangkan. Meski sudah lama tinggal dikota, selera makan saya tetap saja selera orang kampung. Menikmati ikan bakar dengan sambal dan lalap-lalapan di pinggir pantai, sungguh terasa enak tiada terkira. Kalau tak ada wisatawan berkunjung, mungkin warung-warung itu akan mati. Maka biarkanlah segalanya berjalan sebagaimana adanya. Wisatawan boleh datang dan pergi, namun suasana kampung haruslah tetap terpelihara. Suasana kampung yang bersahaja itulah yang membuat segalanya menjadi menarik. Kampung tak perlu diubah menjadi kota. Namun kesejahteraan hidup orang di kampung tentu harus ditingkatkan. Dengan hidup sejahtera itu, orang tidak akan merusak lingkungan, sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keluar masuk kampung yang tak saya kenal adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Saya selalu heran, karena begitu saya masuk kampung – di mana saja di seluruh tanah air – orang-orang di kampung itu dengan mudah menyapa saya dan mengenal saya dengan baik. Mereka mengatakan sering melihat wajah saya di televisi dan berbagai media cetak, sehingga telah begitu akrab. Di kampung-kampung itu, saya sering diajak mampir ke rumah seseorang yang sebelumnya tak saya kenal. Mereka menyuguhi saya minuman sambil bercakap-cakap dengan orang kampung yang segera saja datang berkerumun. Dari pengamatan dan mendengarkan cerita orang di kampung itu, saya mengerti suasana hati rakyat. Apa keluhan mereka dan apa harapan mereka. Saya selalu menyimaknya dengan penuh kesungguhan, walau kadang kami tertawa-tawa sambil bercanda. Memang, berjalan kaki menyusuri kampung-kampung memberi inspirasi yang sangat berharga untuk saya renungkan. Saya pun senang memotret suasana kehidupan di kampung. Semuanya saya simpan dalam album untuk menjadi kenangan sepanjang hayat. Orang kampung di sekitar Pantai Kuta di Lombok hidup dari bertani, berternak, menangkap ikan dan menenun. Kebanyakan mereka menanam padi dan palawija di sawah dan ladang. Mereka banyak memelihara sapi, kerbau dan kuda. Sebagian mereka melaut menangkap ikan menggunakan perahu nelayan tradisional. Kegiatan menenum dilakukan kaum wanita, menggunakan alat tenun tradisional.Kegiatan menenun itu dilakukan hampir setiap rumah. Ada toko bahan tenunan di pinggir jalan untuk memasarkan hasil tenunan itu, terutama kepada mereka yang berkunjung. Ada pula anak-anak dan perempuan dewasa yang menjunjung hasil tenunan dan menjajakannya kepada wisatawan yang datang ke Pantai Kuta. Kain tenunan yang nampak bagus itu dijual dengan harga yang murah. Mereka bahkan menawarkan kain sarung untuk laki-laki dengan harga Rp. 20 ribu sehelai. Kain songket relatif agak tinggi harganya. Mulai Rp.600 ribu sampai Rp 1 juta. Namun menenun songket sebagus itu, kadangkala memakan waktu satu bulan lamanya. Menyimak harga-harga kain tenun yang dipasarkan, saya dapat membayangkan betapa sulitnya mencari uang bagi masyarakat perdesaan. Namun rezeki tentu datang dari mana saja, kalau orang rajin berbuat dan berusaha. Rumah-rumah nampak sederhana, sebagai cerminan kesedrhanaan kehidupan sosial ekonomi penduduk kampung itu. Mereka hanya membeli sesuatu yang tidak dapat mereka buat sendiri, atau tak dapat diambil dari alam di sekitar mereka tinggal. Ongkos transportasi juga sedikit, karena agak jarang-jarang orang kampung bepergian. Hiburan juga ala kadarnya. Hidup tanpa banyak keinginan dan tuntutan, kadang-kadang menyenangkan juga. Kebahagiaan dan kesenangan hidup, tidak selalu dapat diukur dengan materi dan gemerlap kehidupan perkotaan. Hidup sederhana di kampung, jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan hidup di kota, namun diliputi kemiskinan. Ketika waktu sembahyang Jum’at tiba, saya menghampiri sebuah mesjid di tepi jalan. Saya membaur dengan orang-orang kampung dengan bersahaja. Namun, tetap saja jemaah mesjid itu mengenal saya. Mereka ingin bersalaman dan menanyakan bagaimana ceritanya saya sampai ke kampung itu. Saya mengatakan, saya ingin berjalan-jalan dan memarkir kendaraan agak jauh, agar saya dapat berjalan kaki. Istri saya juga ikut dan dia menggunakan payung karena tak begitu tahan ditimpa teriknya sinar matahari. Orang Sasak beragama Islam. Mereka pada umumnya sangat kuat memegang ajaran agama. Saya bertanya kepada mereka tentang ajaran Islam Telu – sinkretisme antara Islam dan Hindu – di kalangan warga Sasak. Mereka hanya tertawa dan mengatakan bahwa semua penduduk kampung itu menganut Islam Limo, artinya mereka mengerjakan sembahyang lima kali sehari semalam, bukan tiga kali seperti Islam Telu. Islam Telu sudah hampir punah, walau masih ada sedikit pengikutnya di gunung-gunung. Mengamati kehidupan masyarakat kampung di Lombok makin membuat saya mengerti akan dinamika sosial. Tidak ada sesuatu yang statis. Kehidupan akan terus berubah. Masalahnya hanyalah apakah perubahan itu datang dengan cepat atau lambat. Dalam kasus Islam Telu misalnya, proses purifikasi pemahaman dan pelaksanaan ajaran Islam, cepat atau lambat akan datang juga. Demikian pula aspek-aspek yang lain dalam kehidupan sosial. Arsitektur mesjid di Lombok juga kian berubah, makin dipengaruhi oleg gaya bangunan Mughul dan Timur Tengah. Mesjid-mesjid lama masih menampakkan unsur tradisional Lombok, bahkan pengaruh arsitektur Hindu Jawa dan Bali masih terasa. Secara subyektif, saya sebenarnya lebih menyukai arsitektur mesjid bergaya lokal, dengan tetap memenuhi ketentuan persyaratan sebuah masjid, terutama arah kiblat yang pas menunju Mekkah al-Mukarramah. Saya sering berkelana di negeri Tiongkok untuk menyaksikan mesjid-mesjid bergaya Kelenteng dengan perasaan takjub. Menjadi Muslim tidaklah harus menjadi seperti orang Arab. Islam menghargai dan menghormati ciri khas budaya suatu bangsa. Sering orang salah paham dengan hal ini. Ketaatan orang sasak kepada agama Islam memang menakjubkan saya. Saya hampir tak percaya, ketika kawan-kawan di Lombok mengajak saya datang ke sana untuk menyampaikan ceramah dan pidato menyambut Tahun Baru Islam, 1 Muharram. Mereka bilang, kalau anda datang, maka pertemuan itu akan dihadiri tak kurang lima puluh ribu orang. Ternyata, yang hadir mendekati angka tujuh puluh ribu orang. Sayapun heran, jemaah sebanyak itu dengan tenang mendengarkan pesan-pesan yang saya sampaikan. Mereka menyimak kata demi kata yang saya ucapkan dengan penuh perhatian. Pengaruh ajaran agama terasa begitu dalam bagi kehidupan masyarakat Lombok. Seharusnyalah ketaatan kepada ajaran Islam itu mendorong masyarakat ke arah kemajuan. Beberapa hari di Lombok, membawa kesan yang dalam ke lubuk hati sanubari saya. Saya merasa memiliki sebuah tanggungjawab sosial dan politik, untuk ikut membawa masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik dan lebih bermakna. Maju secara sosial dan ekonomi, namun tetap berlandaskan kepada nilai-nilai Islam dan ciri khas budaya bangsa kita sendiri. Keadaan sosial ekonomi dan budaya di Lombok, sebenarnya hampir sama saja dengan daerah-daerah lain di seluruh tanah air. Masyarakat ingin sekali maju dan berkembang. Tugas para pemimpinlah untuk membawa mereka ke arah kemajuan itu… Wallahu ‘alam bissawwab. Read More...

3 GILI yaitu : ( Gili Air, Gili Meno, Gili Trawangan )

3 Gili yang terdapat di Lombok adalah pulau kecil yang terdapat di sebelah utara kota Mataram. ada keunikan di ketiga pulau ini yaitu tidak terdapat kendaraan bermotor seperti motor atau mobil. alat transportasi yang berlaku disana adalah sepeda dan cidomo. cidomo merupakan sebuah grobak kayu yang ditarik oleh kuda atau yang lebih dikenal dengan nama delman atau andong. masing-masing dari ketiga gili memiliki ciri khas masing-masing.

Gili Air Gili air merupakan pulau yang tenang dan sunyi maka tidak heran tempat ini merupakan tempat yang sering dikunjungi oleh misatawan yang ingin mencari suasana yang tenang. Karena pantai dan lautnya yang begitu indah, gili meno merupakan tempat yang bagus untuk menyelam. Pantai dengan pasir putih, pohon nyiur yang melambai, dan suasana yang relax menciptakan suasana yang tenang dan damai di pulau kecil. Tidak ada suara bising motor atau mobil karena tidak diperbolehkan, transportasi yang disediakan hanya cidomo (dokar) dan sepeda. Banyak tersedia bungalow yang indah diseluruh pulau. Dari pantai sebelah timur pulau anda bisa menyaksikan matahari terbit dari balik gunung Rinjani (3726m) di pulau Lombok. Dari sebelah barat anda bisa menikmati matahari terbenam dibalik Gunung Agung di Bali, Jangan lewatkan panorama ini.

Gili Meno Gili Meno adalah gili yang berada di tengah-tengah, yaitu diantara Gili Trawangan dan Gili Air. Dari ketiga Gili, Gili Meno adalah gili yang terkecil dan yang gili yang paling sedikit dikunjungi oleh wisatawan. Gili ini tidak seperti dua gili lainnya yang lebih dulu berkembangdan merupakan gili yang paling tenang. Yang menjadi daya tarik dari Gili Meno adalah adanya taman burung yang mempunyai koleksi macam-macam burung dari Indonesia maupun dari luar negeri. Selain itu di gili ini juga terdapat Danau air asin dan beberapa tempat untuk diving yang terkenal seperti Meno Wall, Sea Turtle Point dan Blue Coral Point.

Gili Trawangan >Gili Trawangan adalah Gili (yang artinya adalah Pulau) yang paling ramai penduduk dan pengunjungnya serta berukuran paling besar (panjang 3 km dan lebar 2 km). Trawangan berpopulasi sekitar 800 jiwa. Di antara ketiga gili tersebut, Trawangan punya nuansa "pesta" lebih daripada Gili Meno dan Gili Air, karena banyaknya pesta sepanjang malam yang setiap malamnya dirotasi acaranya oleh beberapa tempat keramaian. Aktivitas yang populer dilakukan para wisatawan di Trawangan adalah scuba diving (dengan sertifikasi PADI), snorkeling (di pantai sebelah timur laut), bermain kayak, dan berselancar. Ada juga beberapa tempat bagi para wisatawan belajar berkuda mengelilingi pulau. Di Gili Trawangan (begitu juga di dua gili yang lain), tidak terdapat kendaraan bermotor, karena tidak diizinkan oleh aturan lokal. Sarana transportasi yang lazim adalah sepeda (disewakan oleh masyarakat setempat untuk para wisatawan) dan cidomo, kereta kuda sederhana yang umum dijumpai di Lombok. Untuk bepergian ke dan dari ketiga gili itu, penduduk biasanya menggunakan kapal bermotor dan speedboat.

Read More...

SENDANG GILE

Air terjun Sendang Gila terletak di desa Senaru. Dari pintu loket, jalan setapak semen menurun diselingi tangga yang lumayan banyak. Di lokasi itu ada dua air terjun. Setelah beberapa saat kita asyik kecibung di sungai, di bawah gerujugan air terjun itu, lalu kita lanjut ke bagian dalam hutan buat nyamperin air terjun yang lebih besar. Untuk mencapai air terjun terbesar di lokasi ini, kita harus keluar dari jalur jalan semen. Melintasi jalan setapak kecil mengikuti aliran irigasi, melwati jembatan yang sekaligus selokan irigasi di ketinggian sekitar 20 m di atas sungai tertutup pepohonan rimbun. Setelah itu kita harus menyebrang sungai, meloncat-loncat di atas batu-batu sungai, hingga akhirnya lanjut menyusuri jalan setapak. Perjalanan dari air terjun pertama hingga air terjun ke dua kisarannya makan waktu kurang lebih 15 menit saja. Sampai akhirnya kita tiba di air terjun besar yang suaranya bergemuruh kenceng.
Air terjun itu berukuran besar. Dengan dinding-dinding raksasa setengah melingkar, lembab dan berlumut. Langsung aja gejebar-gejebur kaya anak kecil kami maen-maen aer di sana, jejeritan ga keruan saking girangnya. Lalu mandi menyegarkan diri di kolam dan aliran sungai nan bening setelah pendakian panjang di Rinjani. Oya, penduduk di sekitar percaya kalo habis mandi di sana kita bakal keliatan lebih muda setaun!!!

Lokasi air terjun yang berada di kawasan Rinjani ini dinamakan Sendang Gila (baca gile), karena menurut cerita, penduduk setempat secara tidak sengaja menemukan air terjun ini kala memburu singa gila yang mengacau di sebuah kampung dan kemudian lari masuk ke hutan. Lokasi wisata yang lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik ini memiliki ketinggian kurang lebih 31 meter. Air terjun ini muncul dari atas tebing dan jatuh ke sungai yang ada di bawahnya. Dasarnya relatif datar, sehingga banyak orang yang mandi di bawah air terjun. Ada lokasi air terjun lain di lokasi ini yang bernama Tiu Kelep. Namun karena jarak tempuh dari Sendang Gile memakan waktu (1 jam) dan kondisi jalan yang kurang baik, para wisatawan biasanya lebih memilih cukup mengunjungi air terjun ini. Terletak di ketinggian 600m di atas permukaan laut, air terjun ini menawarkan suasana relaks dan damai. Bagi wisatawan yang jenuh dengan hingar-bingar kota, ada baiknya untuk singgah di lokasi wisata ini. Sentuhan alamnya yang tergolong jauh dari nuansa perkotaan, panorama asri dan menawan, serta udaranya yang segar, mampu membawa anda ke dunia yang dapat menghilangkan kepenatan di kepala. Selain itu, ada hal menarik lainnya yang membuat lokasi ini berbeda. Para penduduk setempat mempercayai bahwa air pada lokasi ini memiliki unsur magis yang bisa membuat seseorang menjadi lebih muda satu tahun dari usianya.

Read More...

PESONA PANTAI SENGGIGI

Pantai Senggigi, yang terletak di sebelah utara Ampenan, merupakan pantai yang paling populer dan sudah terkenal akan keindahannya. Pantai yang terletak 12 kilometer dari sebelah barat laut Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Lombok ini, terbentang hampir sepanjang 10 km dengan hamparan pasir putih yang seolah menggoda Anda untuk duduk diatasnya dan untuk sejenak melupakan segala rutinitas hidup Anda. Pantai senggigi sama halnya dengan pantai-pantai yang ada di seluruh indonesia yang merupakan sebuah tepi laut dengan pasir putih. Pantai senggigi ini dapat dikatakan Pantai Kute 2, karena merupakan obyek wisata dari turis-turis lokal dan banyak turis-turis asing. tidak heran kalo kita temukan banyak sekali kafe, bar dan tempat hiburan lainnya sama seperti yang terdapat di Bali. Sebelum mencapai pantai senggigi terlebih dulu anda akan disuguhkan dengan panorama laut lepas yang dapat terlihat dari pinggir jalan. Dan pada sore hari tepi jalan tersebut biasanya ramai oleh pengunjung yang ingin menikmati sunset (matahari terbenam) sambil makan jagung bakar. Asyik memang menikmati pemandangan laut sambil menikmati jagung bakar. Tidak heran kalau semakin banyak masyarakat mulai mendirikan warung-warung pinggir jalan menuju senggigi.
Para wisatawan lokal maupun asing dapat melakukan aktifitas seperti surfing, kano dan lain sebagainya di tempat ini. Pokoknya pantai senggigi tidak kalah dengan pantai kute yang ada di Bali.
BATU BOLONG
Di Pantai Senggigi terdapat obyek wisata lain selain pantainya yaitu Batu Bolong. Dimana batu bolong ini adalah sebuah tempat peribadatan agama Hindu (pura) yang dibangun di atas karang yang terletak di tepi pantai. Menurut legenda masyarakat setempat dahulu kala sering diadakan pengorbanan seorang perawan untuk dimakankan kepada ikan hiu di tempat ini. Legenda lain mengatakan dahulu banyak para wanita yang menerjunkan diri dari tempat ini ke laut karena patah hati. Dari tempat ini juga terlihat Gunung Agung di Pulau Bali.
KERANDANGAN
Kerandangan merupakan obyek wisata lain yang berada di kawasan wisata pantai Senggigi dan merupakan Taman Wisata Alam. Tipe vegetasinya termasuk tipe vegetasi hutan dataran rendah dan tipe vegetasi hutan pegunungan, tipe iklim D (Schmidt-Ferguson) yang sangat dipengaruhi oleh angin muson. Jenis tumbuhan antara lain ajan klicung (Dyospiros malabarica), terep dan lain-lain. Formasi geologi di Taman Wisata Alam Kerandangan terdiri dari batuan endapan dan batuan vulkanik recent. Jenis-jenis tanah di Taman Wisata Alam Kerandangan terdiri dari tanah aluvial, litosol, regosol dan mediteran. (Arthecellobium elastica), Sentul (Aglaia sp), goak (Ficus sp), klokos udang (Dracontomellon mangiferum, bl). Kondisi topografi Taman Wisata Alam Kerandangan terletak pada ketinggian antara 10 – 200 m dpl. Kondisi bentang alam yang bervariasi, datar, agak datar, bergelombang, berbukit dan tebing curam. Variasi bentang alam yang bergelombang ini, menjadikan TWA Kerandangan alternatif wisata trekking di Pulau Lombok. Read More...

10 MITOS DAN LEGENDA PULAU LOMBOK

Berikut adalah 10 mitos dan legenda yang terdapat di Lombok. 1. Gunung Rinjani menurut kepercayaan masyarakat Sasak merupakan singgasana Dewi Anjani yang merupakan Ratu para Jin. Sebagian masyarakat lokal percaya bahwa Nama suku Sasak adalah pemberian dari Dewi Anjani. Di Puncak gunung Rinjani diyakini oleh masyarakat umum di lombok adalah Sebagai tempat bersemayamnya Raja Jin, penguasa Gunung Rinjani bernama Dewi Anjani. dari puncah ke arah tenggara terdapat sebuah lautan debu ( kaldera ) yang dinamakan Segara Muncar. pada saat saat tertentu, dengan kasat mata dapat terlihat istana Ratu Jin. Pengikutnya merupakan golongan Jin yang baik baik. alkisah Ratu Jin Dewi Anjani adalah seorang putri Raja yang tidak di izinkan menikah dengan kekasih pilihannya. pada suatu tempat mata air bernama Mandala sang Ratu Menghilang. ia berpindah tempat dari alam nyata menuju alam gaib ( alam Jin ). 2. Dari atas, danau segara segara anak tampak luas meyerupai lautan. Dengan warna air yang mebiru, danau ini bagaikan anak lautan, karena itulah disebut segara anak, danau segara anak menyimpan berbagai misteri dan kekuatan gaib, itulah sebabnya manusia merasa betah tinggal lama di tempat ini. Disinilah komunitas mahluk gaib yang disebut jin bermukim. Diyakini sekitar danau segara anak di huni oleh komunitas bangsa jin yang sangat banyak, sebagai besar dari mereka beragama islam. Keyakinan masyarakat, apabila Danau Segara ANak terlihat luas menandakan bahwa umur orang yang melihat itu masih panjang. Sebaliknya jika tampak sempit maka menandakan umur si pelihat pendek. Untuk itu agar tidak menjadikan seseorang pesimis maka segera dilakukan bersih diri, artinya bangkitkan semangat hidup dan harus berjiwa tenang. pandanglah kembali danau sepuas puasnya. Pantangan ketika di sana, tidak boleh melakukan hubungan intim suami istri, jangan mengeluh dan berkata kotor, harus tetap sabar dalam menghadapi persoalan persoalan. 3. Sandar Nyawa / Bunga Abadi. Jenis tanaman ini menurut kepercayaan terlarang di petik, karena tanaman ini merupakan tanaman di dalam Taman Sari dari kerajaan Jin di alam gaib. untuk memperoleh bunga ini masyarakat pada zaman dulu harus berani mempertaruhkan nyawanya. itulah sebabnya bunga ini disebut bunga Sandar Nyawa. bunga ini tak pernah layu, usianya sama dengan usia mahluk gaib. 4. Di Tamana national Gunung Rinjani terdapat 3 goa yang terkenal yaitu Goa susu, goa payung dan goa manik, goa susu dapat di jadikan media bercermin diri, sering di gunakan sebagai tempat bermeditasi. orang-orang yang berhati kotor, dengki akan mendapat kesulitan untuk memasuki goa susu. Lubangnya memang sempit namun sebaliknya, hanya orang-orang yang berhati mulia, bersih lahir batinnya yang dapat memasukinya. dari dalam goa air menetes dari ujung bebatuan yang meyerupai punting susu, itulah sebabnya di sebut goa susu. Rasa air yang menetes dari setiap puting tersebut berbeda beda. Di dalam goa susu terasa suhu yang panas dan berasap bagaikan asap kukusan sehingga pelakuan dalam proses ini di sebut mengukus dan terkadang orang menyebutnya rontgen, dan sangat bagus untuk menyembuhkan segala macam penyakit di badan. 5. Putri Nyale (Putri Mandalika) dikisahkan adalah seorang putri cantik jelita yang dicintai oleh rakyatnya. Seorang Putri yang rela berkorban demi rakyatnya. dikisahkan bahwa adanya dua orang pangeran dari negeri yang bebeda ingin melamar putri Mandalika. mereka menggunakan segala cara agar dapat memiliki sang putri termasuk mengancam akan membuat kerajaan tersebut sengsara. Akan timbul bencana bagi rakyatnya manakala sang putri menjatuhkan pilihannya pada salah seorang pangeran. "Wahai ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan rakyat negeri Tojang Biru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa diriku untuk kamu semua. Aku tidak dapat memilih satu diantara pangeran. Karena ini takdir yang menghendaki agar aku menjadi Nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya Nyale di permukaan laut". Kira-kira seperti itulah kata-kata terakhir sang putri sebelum menceburkan diri kelaut dan berubah menjadi nyale. Setiap tanggal duapuluh bulan kesepuluh dalam penanggalan Sasak atau lima hari setelah bulan purnama, menjelang fajar di pantai Seger Kabupaten Lombok Tengah selalu berlangsung acara menarik yang dikunjungi banyak orang termasuk wisatawan. Acara yang menarik itu bernama Bau Nyale. Bau dari bahasa Sasak artinya menangkap. Sedangkan Nyale, sejenis cacing laut yang hidup di lubang - lubang batu karang di bawah permukaan laut. Penduduk setempat mempercayai Nyale memiliki tuah yang dapat mendatangkan kesejahteraan bagi yang menghargainya dan mudarat bagi orang yang meremehkannya. 6. Air Awet Muda di Taman Narmada dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai air yang dapat membuat orang yang meminumnya awet muda. Memasuki gerbang masuk Taman Narmada yang berarsitektur Hindu ini, mata Anda akan langsung disuguhi sebuah pemandangan taman yang hijau dan asri. Taman Narmada terletak di Kabupaten Lombok Barat, sekitar 10-15 kilometer sebelah timur Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Taman seluas dua hektare ini dibangun pada 1727 oleh Raja Mataram Lombok Anak Agung Ngurah Karang Asem. Nama Narmada sendiri diambil dari nama anak Sungai Gangga di India, yang bernama Narmadanadi. Dalam kawasan Taman Narmada terdapat pancuran sembilan (siwak) yang letaknya di atas Segara Anak. Bangunan ini termasuk bangunan sakral bagi penganut Hindu Dharma maupun penganut Waktu Tilu. Selain keindahan taman yang tertata apik dan asri ini, daya tarik utama taman ini adalah terdapatnya sebuah Balai Petirtaan yang sumber mataairnya berasal dari Gunung Rinjani. Balai Petirtaan merupakan tempat pertemuan tiga sumber air, yakni Suranadi, Lingsar, dan Narmada. Mata airnya yang berasal dari Gunung Rinjani sekaligus sebagai tempat pertemuan tiga sumber mata air lainnya, air yang ada di Balai Petirtaan dipercaya berkhasiat dapat menjadikan orang yang meminum dan membasuh mukanya dengan air di situ akan awet muda. Sebelum mendapatkan air suci ini, pengunjung harus mengikuti tatacara yang dipandu seorang juru kunci penjaga (kuncen ) dalam balai petirtaan. Bersama sang kuncen, pengunjung mengikuti ritual pengambilan air. Sang kuncen kemudian meminta pengunjung berdoa menurut keyakinan masing-masing. Setelah, melalui serangkaian ritual tersebut barulah para pengunjung dapat menikmati dengan membasuh ke muka atau dengan meminumnya. Perlu juga diketahui ada larangan bagi wanita yang sedang datang bulan dilarang untuk masuk dalam balai petirtaan ini. 7. Pura yang tak kalah sarat mitos adalah Pura Suranadi di Kecamatan Narmada. Pura yang paling pertama berdiri di Lombok ini memiliki lima kolam mata air yang jernih. Di dalamnya terdapat ikan yang dititipkan masyarakat setempat. Konon ikannya tidak boleh diambil karena yang menangkapnya akan sakit. Tapi air kolam bisa langsung diminum. Pura Suranandi hanya lima kilometer dari Pura Narmada. 8. Menurut sebagian masyarakat Lombok, penyebaran agama Islam di Indonesia oleh para wali Songo berakhir di Pulau Lombok. Sehingga menurut kepercayaan masyarakat Lombok, beberapa Sunan pernah menetap di Lombok diantara Sunan-Sunan tersebut adalah Sunan Kalijaga. 9. Masyarakat lokal Lombok jika melakukan wisata biasanya dimulai dari makam yang dikeramatkan kemudian baru ke tempat-tempat wisata lainnya. Hal ini menurut kepercayaan masyarakat adalah untuk menghindarkan dari musibah yang akan terjadi dalam perjalanan. Adapun beberapa makam yang dikeramatkan adalah Makam Loang Baloq, Makam Batu Layar, Makam Nyatuk, Makam Ketak, Makam Selaparang makam Tuan Guru Lopan, Makam Tuan Guru Pancor dan makam-makam lainnya. 10. Otak Kokok menjadi pilihan pavorit bagi pelajar yang menghadapi liburan sekolah. Hampir setiap hari minggu, pariwisata yang terdiri dari air terjun, kolam renang dan hutan lindung ini dipadati ABG. Tidak hanya itu, para ibu-ibu bersama keluarganya juga datang meskipun hanya sekedar menikmati nuansa alamnya yang adem. Air terjun yang dulunya terkenal mampu menyembuhkan bebagai macam penyakit ini berada di wilayah kecamatan Montong Gading, Kabupaten Lombok Timur, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Konon, ketika seorang yang berpenyakitan mandi di sini, maka air bekas mandi akan berubah menjadi putih, persis seperti air bekas cucuin beras. Dari keterangan warga setempat, air terjun ini mampu menyembuhkan penyakit reumatik, pegal-pegal, kudis, panu dan kurap. Itulah Beberapa mitos dan legenda yang banyak diyakini oleh sebagian masyarakat Sasak Lombok. Adapun kebenaran dari Mitos ataupun Legenda masih merupakan misteri dunia yang belum dapat terpecahkan. Selanjutnya terserah anda, mau percaya atau tidak. Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi beserta segala Read More...

VISIT LOMBOK-SUMBAWA 2012

Read More...

RUMAH ADAT SUKU SASAK

Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok, NTB. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya. Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya. Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan. Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem. Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat. Bentuk rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau atau kuda di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga guna menghindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu. Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati. Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas). Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik. Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu. Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya untuk hidup hemat dan tidak boros sebab stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu, misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk keperluan mendadak, seperti mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada salah satu anggota keluarga meninggal. Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau sampai pukul sembilan pagi masih ada yang duduk di berugak dan tidak keluar rumah untuk bekerja di sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit. Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur (sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan, disediakan tuan rumah.Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dan sebaginya. Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun. Pemilihan Waktu dan Lokasi Untuk memulai membangun rumah, dicari waktu yang tepat, berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk menentukan hari baik, biasanya orang yang hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya. Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget). Sementara material yang dibutuhkan untuk membangun rumah antara lain: kayu-kayu penyangga, bambu, anyaman dari bambu untuk dinding, jerami dan alang-alang digunakan untuk membuat atap, kotaran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.(*) Read More...

10/30/2009

SUKU SASAK

Suku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami Pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Suku ini berasal dari Jawa dan Bali. Sebagian besar masyarakatnya beragama Islam, uniknya pada sebagian masyarakat Suku Sasak terdapat praktik agama Islam yang berbeda dengan Islam pada umumnya, yakni penganut Islam Wetu Telu (Bahasa Indonesia: Waktu Tiga). Wetu Telu yaitu praktik shalat hanya dalam tiga waktu, yaitu: Subuh, Dzhuhur, dan Isya. Konon praktik ini disebabkan pada saat penyebaran agama Islam di daerah yang bersangkutan, sang penyebar baru mengajarkan tiga jenis shalat. Dan sebelum ia sempat mengajarkan seluruh waktu shalat, ia meninggalkan Pulau Lombok dan sempat berpesan agar para pengikutnya tidak menerima ajaran dari siapa pun hingga ia kembali dan pesan itu tetap dipegang teguh oleh para pengikutnya. Saat ini para penganut Wetu Telu sudah berkurang dan hanya terbatas pada generasi tua, akibat gencarnya para pendakwah Islam dalam meluruskan praktik tersebut. Masyarakat Suku Sasak umumnya menggantungkan hidup mereka dari hasilsasak 2 pertanian. Kegiatan bercocok tanam ini dimulai pada musim penghujan. Gabah dan semua hasil panen dimasukkan ke dalam lumbung padi besar, yang digunakan bersama oleh tiga sampai lima keluarga. Bentuknya pun sangat khas berupa bangunan tinggi beratap jerami. Rumah Suku Sasak hanya memiliki satu pintu berukuran sempit, rendah, dan tidak memiliki jendela. Atapnya terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu. sasak 4Lantainya dibuat dari tanah liat dicampur dengan kotoran kerbau dan jerami, campuran dari kotoran kerbau dan tanah liat ini membuat lantai mengeras seperti semen. Keunikan lain yang ditemukan dalam rumah Suku Sasak ini adalah, penggunaan kotoran sapi atau kerbau dalam membersihkan rumah. Caranya kotoran sapi atau kerbau yang masih segar dipungut dan dilumurkan ke lantai atau tembok, bau kotoran tersebut akan hilang setelah 32 jam. Pembersihan rumah dengan cara ini disebabkan karena lantai rumah tersebut terbuat dari tanah liat dan sudah menjadi tradisi secara turun menurun. Kehidupan Suku Sasak sarat dengan aturan adat, termasuk dalam hal pernikahan. Sebuah acara pernikahan dalam Suku Sasak berawal dari memilih calon pasangan hidupnya yang disebut sebagai nyidang. Keunikan terasa di saat mengetahui bahwa seorang wanita di dusun ini biasanya memiliki teman pria lebih dari dua orang. Jika malam minggu tiba, pria-pria yang menaruh hati, secara bergiliran bertamu. Kesempatan bertamu ini, dipergunakan sebaik-baiknya untuk mengenal calon pasangannya. Jika telah menemukan pasangan yang cocok, pihak pria akan menyampaikan maksud hatinya sasak 3kepada pihak wanita. Jika terjadi kecocokan, mereka bersepakat untuk menentukan hari yang tepat untuk kabur dari rumah. Hal ini disebut dengan merari, yaitu mengambil gadis tanpa izin orang tua. Hal ini merupakan kebanggaan bagi pihak keluarga wanita, jika anak gadisnya dibawa kabur. Ini berarti, anak gadisnya laku. Selama masa penculikan, si wanita dibawa ke rumah calon suami atau saudaranya. Paling lambat 3 hari, pihak pria harus segera memberitahu keluarga pihak wanita. Ini dikenal dengan istilah bersejati. Jika dilanggar, maka pihak pria dituduh menculik anak gadis orang, dan dikenakan denda sejumlah uang, yang diserahkan pada saat upacara pernikahan berlangsung. Selama 3 hari ini, dikenal pula istilah berselabor, yaitu pihak pria mengirim utusan ke pihak wanita, untuk memastikan bahwa keluarga wanita telah mengetahui anak gadisnya akan disunting orang. Selanjutnya pihak wanita mempersiapkan wali pernikahan. Puncak acara adat perkawinan Suku Sasak dikenal dengan istilah Sorong Serang Haji Kerama. Yaitu upacara penyerahan sejumlah barang dan uang, sebagai perlambang tanggung jawab seorang pria menikahi wanita. Nilainya disesuaikan kedudukan seseorang di mata masyarakat. Di sinilah makna pentingnya sebuah perkawinan bagi Suku Sasak, sebab perkawinan seseorang dianggap sah, jika Sorong Serah Haji Kerama telah dilaksanakan. Perkawinan yang telah berlangsung tidak dapat diganggu gugat ketika pemimpin upacara telah memutuskan seutas tali yang diikatkan pada sejumlah uang logam. Setelah itu, pengantin pria dan wanita kemudian diarak berkeliling, kira-kira sejauh 1 kilometer sebagai bentuk rasa sukacita, dua pasang manusia yang akan mengarungi kehidupan rumah tangga dan sebagai bentuk permohonan restu, kepada semua orang yang dijumpai di sepanjang jalan. Indonesia tercinta kaya akan berbagai macam suku dan adat istiadat, jaga terus aset bangsa kita, agar tidak direnggut bangsa lain Read More...

10/21/2009

GURIHNYA SOTO SASAK

Jika anda jalan-jalan ke daerah wisata Pulau Lombok, khususnya Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), maka tidak salah kalau anda mencoba untuk menikmati pula kekayaan wisata kulinernya. Semangkok soto memang bisa ditemui dimana saja. Namun, semangkok soto khas sasak akan menawarkan citarasa spesifik yang juga menggugah selera. Gurih, renyah dan pedas, itulah citarasa yang cukup dominan dari khasanah kuliner di Bumi Gora ini. Mi serasa spaghetti, irisan daging ayam, telor rebus, kecambah, irisan daun prei dan lontong, menjadi sajian yang sangat sayang untuk tidak dicoba. Apalagi, disajikan dengan kuah yang panas. Untuk menikmati makanan khas sasak ini di Mataram, anda tidak perlu khawatir mengalami kesulitan. Sebab, ada satu warung yang buka hampir sepanjang hari yakni "Warung Soto Sasak" di Jalan Langko, salah satu jalan utama di Mataram menuju obyek wisata Senggigi. Nah, kalau anda penasaran untuk menikmati citarasa soto khas sasak, silakan anda mencoba ketika berlibur ke Pulau Lombok Read More...

INDAHNYA PANTAI KUTE DI SELATAN PULAU LOMBOK

Ombak bergulung, bekejar-kejaran terlihat seperti tak pernah putus asa untuk mengukir bongkahan batu karang. Sementara, buih-buih putih yang terpencar, seperti merengkuh, mengajak berenang pasir-pasir putih di pantai Kuta. Birunya air laut yang berpadu dengan putihnya pasir pantai, menjadikan panorama alam di sekitar itu bak lukisan alam yang terhampar di depan mata. Sedangkan bongkahan batu karang di salah satu sisi pantai, semakin melengkapi harmoni alam sekitarnya. "It's wonderful (sangat indah)," kata Henry, seorang wisatawan asal Eropa yang baru tiba di Kuta setelah menempuh perjalanan dari Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), saat dimintai komentarnya mengenai Pantai Kuta. Pantai Kuta adalah salah satu objek wisata andalan di Pulau Lombok. Pantai yang menghadap "Laut Selatan" itu berada di wilayah Desa Kuta, Kabupaten Lombok Tengah. Jarak antara Kota Mataram, Ibukota Provinsi NTB, dengan Pantai Kuta sekitar 70 kilometer, atau satu jam perjalanan mengendarai kendaraan bermotor roda empat. Meski jaraknya tidak terlalu jauh, tapi untuk menjangkau objek wisata itu perlu kesabaran. Sebab, selain jalan yang berliku dan tidak terlalu lebar, arus lalu lintas di jalur tersebut juga cukup padat. Apalagi, jika sepanjang perjalanan dari Mataram ke Kuta, wisatawan lebih dulu disuguhi atraksi budaya "nyongkolan". Nyongkolan adalah upacara adat mengantar calon penganten. Dengan berpakaian adat Sasak, baik tua maupun muda, mereka berjalan kaki ataupun berkendaraan, mengiring penganten yang akan dinikahkan. Dengan demikian, suasana di sejumlah ruas jalan semakin terlihat semarak, karena dalam arak-arakan pengaten itu ada pula sekelompok kesenian Gendang Belek berirama rancak, dan sebagian pengiring tampak berjoget. Bahkan, perjalanan menuju Pantai Kuta bisa saja tertunda beberapa saat jika wisatawan ingin juga menyaksikan pembangunan Bandara Internasional Lombok (BIL), atau berhenti sejenak di "Desa Wisata" di Dusun Sade, Desa Rambitan, Kecamatan Pujut. BIL dibangun di Dusun Slangit, Desa Tanak Awu, Kabupaten Lombok Tengah. Bandara itu nantinya akan menggatikan Bandara Selaparang, Mataram, yang dioperasikan saat ini. Sedangkan di "Desa Wisata", wisatawan dapat menyaksikan rumah adat dalam satu komplek yang ditinggali sejumlah Kepala Keluarga (KK) masyarakat Sasak.

Belum Terjamah Jika dibandingkan, Pantai Kuta di Pulau Bali dengan Pantai Kuta di Pulau Lombok, masing-masing memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Pantai Kuta di Bali cukup dekat dari pusat kota, sedangkan Pantai Kuta di Pulau Lombok relatif jauh dari kota. Di kawasan Pantai Kuta Bali sudah dibangun dan dikunjungi banyak turis domestik maupun luar negeri, sedangkan Pantai Kuta di Pulau Lombok cukup jauh dari pusat kota dan tergolong relatif masih sepi wisatawan. Pantai Kuta di Pulau Lombok berada di sebuah teluk yang tidak terlalu panjang di bagian selatan Pulau Lombok. Objek wisata ini berjarak sekitar 25 kilometer dari Kota Praya, Lombok Tengah. Suasana pedesaan di Pantai Kuta di Pulau Lombok, masih sangat kental. Rumah-rumah tradisional Sasak nan sederhana, mudah dijumpai di kawasan ini. Masyarakat Sasak yang tinggal di sekitar Pantai Kuta di Pulau Lombok yang hidup dari bertani, beternak, menangkap ikan dan membuat kain tenun, sangat mewarnai irama kehidupan di kawasan ini. Bahkan, warung-warung makan, kafe maupun toko penjual kebutuhan sehari-hari serta cenderamara yang jauh dari kesan modern, juga masih terlihat banyak berjajar hampir di sepanjang pantai. Bangunan yang tergolong mewah di kawasan itu barangkali hanya Hotel Novotel. Kendati tergolong mewah, hotel yang cukup luas itu pun dibangun dengan arsitektur tradisional Sasak pula. Konon, kebersahajaan itulah yang justru menjadi salah satu daya tarik Pantai Kuta untuk dikunjungi wisatawan. Alamnya yang asri dan indah, belum banyak terjamah tangan manusia, menawarkan eksotisme. "Dalam pengamatan saya yang sering pergi ke pantai, Pantai Kuta di Lombok jauh lebih menawan dibandingkan Pantai Kuta di Bali," demikian di antara catatan perjalanan wisata Yusril Ihza Mahendra pada Maret 2008. Pantai Merica Pantai Kuta di Lombok selama ini juga dijuluki dengan Pantai Merica. Alasannya, menurut warga setempat, karena pantai ini dikenal pasirnya yang putih kekuningan seperti butiran-butiran merica. Butiran pasir berbentuk merica itu jika diinjak, kaki terasa tenggelam, susah diangkat untuk melangkah. "Karena kekhasannya itulah tidak jarang wisatawan yang berkunjung ke Pantai Kuta mengambilnya untuk oleh-oleh," kata Chandra Himawan, seorang wisatawan domestik dari Jakarta. Selain bermain di pantai berpasir putih, di objek wisata itu pengunjung dapat mandi matahari dan berenang di bagian tepi laut, karena airnya cukup dangkal. Pengunjung yang ingin menikmati keindahan pantai dari perairan, dapat menyewa perahu, sementara yang ingin berselancar ada juga yang menyewakan papan selancar. Berkunjung ke Pantai Kuta agaknya akan terasa sangat istimewa saat di tempat itu digelar upacara "Bau Nyale" atau upacara menangkap cacing laut. Pengunjung Pantai Kuta saat digelar upacara "Bau Nyale" sangat banyak, bisa mencapai puluhan ribu. Pantai yang begitu indah itu akan tertutup lautan manusia. Nyale dalam upacara itu ditangkap pada tanggal 20 bulan kesepuluh. Awal tahun Sasak ditandai dengan terbit bintang "Rowot" (tanda-tanda alam yang dikaitkan dengan pertanian), yang menurut penghitungan suku Sasak bulan kesatu dimulai pada tanggal 25 Mei dan umur setiap bulan dihitung 30 hari. Jika dibandingkan dengan tahun Masehi, perbedaan siklusnya berbeda sedikit atau bulan kesepuluh itu berkisar pada bulan Pebruari. Menurut sesepuh setempat, nyale yang hendak ditangkap itu diyakini merupakan jelmaan Putri Mandalika yang pada ratusan tahun silam memilih menceburkan diri ke Laut Selatan Pulau Lombok ketika kesulitan memilih satu dari tiga pangeran yang sangat ingin mempersuntingnya. Konon, dahulu kala terdapat sebuah Kerajaan Seger yang dipimpin oleh Raja Seg (Seger) yang arif dan bijaksana dengan permaisurinya Lale Bulu Kuning (Lining Kuning) serta memiliki seorang puteri cantik jelita yang semasa kecil diberi julukan "Tunjung Beru" (baru muncul). Menginjak dewasa kecantikan sang putri itu terus tampak dan namanya diubah menjadi Putri Sarah Wulan (putri yang memiliki cahaya kejelitaan). Kecantikannya itu memikat beberapa pangeran (putera mahkota) yakni Pangeran Arya Rembitan, Pangeran Arya Bumbang dan Pangeran Johor. Ketiga pangeran kemudian melamarnya dan ketiga-tiganya pun diterima hingga muncul kebingungan. Jika dipersunting salah satu pangeran, akan menimbulkan kecemburuan hingga terjadi mala petaka yakni perang saudara atau bencana bagi rakyat. Setelah mendapat wangsit melalui mimpi, Sang Putri akhirnya memutuskan untuk menceburkan diri ke laut Pantai Selatan Lombok itu, pada tanggal 20 bulan kesepuluh Tahun Sasak. Namun, sebelum melakukan tindakan itu dia lebih dulu mengumumkan keputusannya kepada semua pengeran dan rakyat. Sejak saat itulah Putri Sarah Wulan diberi nama Putri Mandalika yakni Manda yang berarti bingung atau bimbang dan Lika berati perbuatan. Jadi, Mandalika berarti terperangkap dan perbuatan yang membingungkan. Cerita yang lebih cenderung tergolong legenda ini hingga kini masih hidup dalam kenangan warga Sasak, khususnya penduduk di sekitar Pantai Kuta, Lombok, Read More...

10/14/2009

INDAHNYA "TANAH LOT" DI PULAU LOMBOK

Matahari baru saja bergulir ke barat. Sinarnya yang tajam, masih terlihat menerobos ranting-ranting pohon. Udara terik pun seperti mengepung. Meski begitu, hempasan angin nan semilir, mampu menghalau kegerahan dan kepenatan. Sepekan setelah Lebaran Topat (Lebaran Ketupat), suasana Pantai Senggigi, di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), masih ramai pengunjung. Wisatawan domestik maupun asing, tampak berbaur di pantai sembari mandi matahari (sun bathing). Sementara itu, masih di kawasan pantai berpasir putih tersebut , masyarakat Hindu di Pulau Lombok, terlihat berbondong-bondong, menggelar ritual di pura yang berada diatas batu karang. Posisi batu karang itu agak menjorok ke laut. Pura yang berada di atas batu karang hitam itu oleh masyarakat dinamai Pura Batu Bolong (batu berlubang). Menurut penuturan para sesepuh setempat, pura itu dinamai Batu Bolong karena di bagian bawah dari batu karang tempat pura berada, berlubang. Lubang itu cukup besar, sehingga orang bisa melintas dan tembus ke bibir pantai. Sangat eksotis. Panorama di kawasan Batu Bolong, jika saja bisa dibandingkan, seperti halnya Tanah Lot di Pulau Bali. Pura Batu Bolong maupun Tanah Lot, sama-sama berada di bibir pantai dan posisinya agak menjorok ke laut. Tanah Lot adalah sebuah objek wisata di Pulau Bali. Di tempat itu ada dua pura yang terletak di di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Di Pura Batu Bolong yang posisinya agak tinggi, jika cuaca cerah bisa melihat Gunung Agung di pulau Bali. Bahkan, saat matahari akan terbenam, dari lokasi tersebut dapat melihat sunset yang indah. Untuk masuk ke area Pura Batu Bolong, pengunjung diwajibkan memakai pita kuning dari kain. Pita kuning itu dipasang melingkari pinggang. Pengunjung yang tidak membawa pita kuning, tidak perlu khawatir, karena di lokasi tersebut sudah disiapkan persewaan pita. Pintu masuk Pura Batu Bolong ada dua, yakni pintu masuk utama dan satunya pintu yang disiapkan bagi pengunjung yang akan meninggalkan lokasi tersebut. Begitu berada di pintu masuk utama, pengunjung harus menuruni tangga batu. Setelah itu, pengunjung dapat naik tangga cukup tinggi yang ada di sebelah kiri menuju pura yang ada di puncak bukit. Namun, jika pengunjung ingin melanjutkan perjalanan ke arah pantai, pertama kali akan disuguhi pula pura yang dinaungi pepohonan tinggi nan rindang. Meski arealnya tidak terlalu luas, tapi sangat artistik. Puas dengan menikmati keindahan pura tersebut, pengunjung bisa melanjutkan menyusuri jalan di tepi pantai sebelum menuju pura yang ada diatas dan di ujung lokasi yang menjorok ke laut. Dari tempat itu pengunjung dapat menyaksikan hamparan pasir putih di sekitarnya seperti pantai Batu Layar yang mempesona. Pantai Batu Layar, pada saat Lebaran Topat dibanjiri masyarakat yang ingin merayakannya disini. Pura Batu Bolong yang lokasinya masih berada di kawasan wisata Pantai Senggigi, jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat Kota Mataram, hanya sekitar 8-10 kilometer. Usai mendarat di Bandara Selaparang, wisatawan dapat langsung memesan taksi untuk mengantarkan ke obyek wisata tersebut. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh, maka tarifnya pun sangat terjangkau. Nah, untuk mengobati rasa penasaran anda, tidak salah kiranya jika Pura Batu Bolong yang juga dibuka untuk wisatawan ini menjadi agenda kunjungan anda berikutnya.(*)

Read More...