11/02/2009

BERCENGKERAMA DENGAN MONYET DI GUNUNG PUSUK

Hujan baru saja berhenti. Sinar matahari pun kembali menyibak awan, menerobos ranting pohon tinggi di tepi jalan Gunung Pusuk. Sementara itu, monyet-monyet yang sebelumnya lari berlindung di rindangnya pepohonan ketika hujan, kembali bergelantungan di pepohonan. Monyet berbulu abu-abu itu kemudian tampak meloncat, bergerombol hampir di sepanjang jalan yang menghubungkan Kota Mataram dengan Kabupaten Lombok Utara maupun Lombok Barat. Jalan aspal berkelok yang membelah Gunung Pusuk merupakan jalan yang biasa digunakan wisatawan untuk menjangkau obyek wisata Pantai Medana, Pantai Sire, maupun Pantai Senggigi. Selain melalui Pusuk, untuk menjangkau sejumlah obyek wisata alam berpanorama indah itu, wisatawan juga bisa menyisir jalan dari Kota Mataram melalui "Kota Lama" Ampenan. Jarak tempuh dari Kota Mataram ke obyek wisata Pantai Senggigi sekitar 15 kilometer, sedangkan dari Kota Mataram ke Pusuk (Pusuk Pass) jaraknya juga hampir sama. Hanya saja, wisatawan yang menjangkau obyek wisata melalui Pusuk, lebih dekat jika ingin menikmati Pantai Sire, Pantai Medana di Lombok Utara sebelum menjangkau Pantai Senggigi yang berada di wilayah Lombok Barat. Bahkan, untuk menjangkau obyek wisata tiga gili (pulau kecil), masing-masing Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan, jalur melalui Pusuk lebih dianjurkan, karena lebih dekat. Untuk menyeberang ke gili tersebut telah tersedia dermaga penyeberangan di Pamenang. Sementara itu, Pusuk yang merupakan kawasan Hutan Rinjani sebenarnya merupakan perbukitan yang di dalamnya terdapat berbagai jenis vegetasi seperti kumbi, garu, mahoni, sonokeling, terep, piling dan tanaman lain. Banyaknya tanaman berukuran besar dan rindang menjadikan lokasi tersebut nyaman untuk hunian monyet. Monyet yang ada di hutan Pusuk adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Dalam kesehariannya, menurut penuturan warga setempat, monyet-monyet di hutan Pusuk tidak hanya mencari makanan di dalam hutan, tapi banyak juga yang menyusuri jalan, mengharapkan pemberian pengunjung yang sengaja ingin bercengkerama di tempat itu. Para pengunjung sepertinya sudah hafal dengan kebiasaan monyet di tepian jalan Gunung Pusuk. Sebelum melintas, mereka biasanya membawa "oleh-oleh" seperti kacang, pisang, roti, atau bahkan jagung rebus. Monyet-monyet yang terlihat di tepi jalan sepertinya juga sudah mengerti jika ada pengunjung yang menepikan kendaraannya. Para pelancong itu biasanya akan memberi kacang atau makanan lainnya kepada monyet-monyet yang bergerombol di tepi jalan raya. Monyet-monyet tersebut akan segera berlari melongok melalui kaca mobil sambil berdiri dan mendekat. Para wisatawan pun tampak tidak canggung-canggung. Mereka lalu membuka pintu mobil dan memberikan "oleh-oleh" kepada monyet yang berjejer mendekat. Meski monyet tersebut hidup liar di alam bebas, monyet-monyet itu tidak "nakal", tidak mengganggu pengunjung. Mereka hanya akan berlarian, menyeringai, dan berebut makanan. Kesempatan seperti itulah yang banyak diabadikan wisatawan dengan kamera. "Sangat asyik. Di ketinggian berudara sejuk, kita bisa memberi makan monyet sambil mengabadikan polah tingkahnya," kata Indra Darmawan, wisatawan dari Surabaya.

Populasi Masyarakat di daerah Pusuk mengemukakan, mereka tidak mengetahui asal mula keberadaan monyet-monyet penghuni Gunung Pusuk tersebut. Mereka pun tidak mengetahui jumlah populasi monyet di Pusuk yang berarti puncak tersebut. Rahman (55), seorang penjual minuman dan makanan ringan di kawasan Pusuk misalnya, dia hanya mengetahui jika monyet yang kini beranak-pinak di hutan Pusuk sudah ada sejak nenek moyang mereka. Jumlahnya pun tidak diketahui secara pasti. Masyarakat selama ini hanya memperkirakan populasinya mencapai ratusan ekor. Mereka biasa keluar di tepi jalan secara bergerombol antara 20-30 ekor di sejumlah titik. Masing-masing kelompok kera memiliki semacam daerah kekuasaan yang mencapai 100-200 meter. Karena itu, jika ada makanan pemberian pengunjung jatuh ke daerah kekuasaan koloni lainnya, mereka akan berkelahi. Pemenangnya berhak atas makanan tersebut. Untuk berinteraksi dan bercengkerama dengan monyet, Rahman memberikan sejumlah tips, di antaranya pengunjung jangan memberikan makanan dengan sistem tarik ulur, karena monyet akan menyergap ke tangan pemberinya. Selain itu, tidak mengganggu anak-anak monyet, karena monyet bisa marah dan menyerang. "Kalau memberi makan, jangan memandang mukanya, karena monyet akan menunjukkan taringnya, pertanda marah," katanya. Keberadaan monyet-monyet itu menjadi atraksi wisata yang diminati wisatawan sejak dulu. Banyak wisatawan rela meluangkan waktunya berlama-lama untuk bercengkerama dengan monyet. "Tidak hanya wisatawan domestik, wisatawan asing pun banyak yang menyukai atraksi itu," kata staf Humas Pemkab Lombok Barat Chandra menambahkan. (*) Keterangan Foto: Para wisatawan yang berkunjung ke Gunung Pusuk sangat suka bercengkerama dengan monyet di kawasan Pusuk Pass karena perilakuknya yang terkadang menggemaskan.

0 komentar:

Posting Komentar

yOuR cOmMeNT