9/28/2009

:LEBARAN TOPAT" TRADISI UMAT MUSLIM DI LOMBOK

Tradisi Lebaran Topat berlangsung turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Selain merupakan rangkaian kegiatan untuk merayakan Idul Fitri, acara itu memiliki misi mempertahankan tradisi leluhur. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam Lebaran Nine (wanita). Mulai nilai budaya, agama, hingga pesta rakyat. Dari aspek agama, masyarakat Sasak melaksanakan Lebaran Topat dengan melakukan kegiatan-kegiatan ritual. Salah satunya, ziarah kubur ke makam para aulia-alim ulama terkenal yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Pulau Lombok. Di Kota Mataram, masyarakat biasanya datang ke dua tempat, yaitu Makam Bintaro dan Makam Loang Baloq. Dua makam itu dipandang cukup keramat. Pada Lebaran Topat yang digelar Minggu (27/9), Makam Loang Baloq yang lokasinya bersebelahan dengan Pantai Tanjung Karang, Mapak, penuh sesak oleh peziarah sejak pukul 07.00. Selain memanjatkan doa, pengunjung berebutan untuk mencuci muka dan kepala dengan air di atas makam tersebut. "Air itu diyakini mendatangkan keberkahan," kata Inaq Saodah, pengunjung asal Lombok Timur. Situasi serupa berlangsung di Makam Bintaro. Dalam ziarah kubur, warga sejatinya tidak hanya memanjatkan doa, tapi juga melakukan beragam ritual keagamaan dan atraksi simbolik. Misalnya, di dua makam yang dianggap keramat tadi, pengunjung menyempatkan mencukur rambut bayinya (ngurisan). Bayi yang dicukur rambutnya di tempat tersebut diyakini akan menjadi anak yang saleh dan sukses di masa yang akan datang. Tidak hanya itu, acara tersebut juga menjadi haul bagi mereka yang sukses dalam hidupnya. Untuk melambangkannya, mereka datang dengan membawa perbekalan berupa makanan. Misalnya, ketupat, pelalah ayam, daging, opor telur, pakis, paku, urap-urap, dan pelecing kangkung. Semua makanan itu kemudian dimakan bersama-sama di halaman makam. Setelah selesai berziarah, pengunjung berpindah ke pinggir-pinggir pantai. Ribuan masyarakat Mataram tumpah ruah di sepanjang pantai, mulai Pantai Bintaro hingga Pantai Tanjung Karang. Bersama keluarga atau orang terdekat, mereka menyusuri tepi pantai sambil membawa hidangan ketupat yang diramu dan dibumbui dengan bahan-bahan segar ala Pulau Lombok. Tidak hanya itu, berbagai pertunjukan musik tradisional menambah semarak suasana. Pada perayaan Lebaran Topat juga ditampilkan budaya cukup unik yang tidak mungkin dijumpai di daerah lain, yaitu perang topat. "Ini harus terus dilestarikan," kata Wali Kota Mataram H Moh. Ruslan di sela-sela merayakan Lebaran Topat di Pantai Tanjung Karang kemarin. Dalam perang topat itu, warga saling lempar ketupat. "Pada zaman dulu, perang ketupat merupakan wujud kerukunan agama Islam-Hindu. Lebaran Topat tidak hanya dirayakan orang Islam, tapi juga nonmuslim," ucapnya. Belum ada catatan resmi kapan tradisi Lebaran Topat dimulai. Namun, menurut cerita lokal, Lebaran Topat muncul bersamaan dengan masuknya Islam di Lombok. Ajaran agama tersebut kemudian berpadu dengan budaya dan kebiasaan setempat. Islam mengajarkan, ada keutamaan bagi yang melanjutkan puasa seminggu setelah puasa Ramadan. Puasa itu biasa disebut puasa Syawal. Untuk mensyukuri berakhirnya puasa sunah itu, warga menggelar lebaran kedua setelah Idul Fitri dengan nama Lebaran Topat. Kata topat berasal dari kata ketupat, penganan yang oleh masyarakat Lombok dihidangkan pada perayaan itu

0 komentar:

Posting Komentar

yOuR cOmMeNT